22 February 2019

Dangkong, Salah Satu Magnet Festival Pulau Penyengat 2019

Dangkong, Salah Satu Magnet Festival Pulau Penyengat 2019

Tari Dangkong atau lebih dikenal dengan Joget Dangkong merupakan kesenian tari tradisional yang sudah ada sejak masa Kerajaan Melayu di Kepulauan Riau. Tarian ini ditampilkan dalam upacara adat, pernikahan, sebagai penghibur warga kerajaan pada zaman dahulu, dan penghibur semua masyarakat disekitar kerajaan. 

Joget Dangkong selalu saja menghibur, mengedukasi, dan tidak membosankan. Pada perhelatan Festival Pulau Penyengat 2019, atraksi ini  turut disajikan dalam bentuk lomba. Acara tersebut digelar Minggu (17/2).


Berlangsung di Kelurahan Penyengat, Joget Dangkong semakin menarik dengan hadirnya generasi millennial yang menjadi peserta lomba dan berhasil meraih juara pertama. Ini membuktikan bahwa Joget Dangkong adalah hiburan untuk segala usia dan patut dilestarikan.

Sukses menghibur ratusan para penonton. Sorak Sorai penonton dan tepukan tangan riuh memenuhi halaman balai desa Kelurahan Penyengat. Tak hanya masyarakat, tamu undangan serta pejabat daerah saja, seorang Wanita yang melancong Australia pun sangat antusias saat di ajak naik ke atas panggung untuk menikmati tarian yang diiringi lagu Nona Singapura itu. 

Lenggokan tubuh dan hentakan kaki sukses ia peragakan. Ia menari dengan riang dan menambah keceriaan panggung malam itu .

Namun Joget Dangkong sudah sangat jarang ditampilkan baik dalam acara adat, maupun sebagai hiburan bagi masyarakat umum. Menyadari ancaman kepunahan kesenian Joget Dangkong tersebut, demi menjaga eksistensi kesenian Joget Dangkong, para seniman melakukan beberapa perubahan terhadap kesenian Joget Dangkong. 


Perubahan tersebut meliputi alat musik, anak joget, lagu dan gerakan joget, kostum dan tata rias hingga pertunjukkan Joget Dangkong. Kostum Joget Dangkong biasanya mengenakan baju kurung biasa yang dipadankan dengan kain batik (untuk kaum lelaki) dan baju kebaya yang dipadankan dengan rok atau celana panjang (untuk kaum perempuan). 



Sedangkan pada bagian tata rias, menggunakan rambut asli dengan sanggul dan dihias dengan bunga hidup . 

Foto By : Aan Genpi.co 



18 February 2019

Dijadikan Lomba di Festival Penyengat, ini Filosofi Permainan Gasing

Foto by : Aan Genpi.co

Gasing merupakan salah satu permainan tradisional rakyat tertua di Nusantara yang terbuat dari kayu dan sebagainya. Diberi pasak (paku atau kayu) agar dapat dililitkan dengan tali. 

Permainan gasing sendiri bisa dilakukan secara perorangan maupun beregu. Di Kepulauan Riau sendiri, masih acap menyelenggarakan kompetisi gasing. Pada Festival Penyengat 2019,  permainan ini turut dilombakan. Kompetisi ini dilangsungkan pada Minggu (17/2) kemarin, di Kampung Datuk, Pulau Penyengat.

Gasing memiliki istilah berbeda di sejumlah daerah. Ada yang menyebutnya gangsing atau panggal, pukang, begasing, apiong, maggasing, gansing, paki, kekehan, gangsingan, dan pathon. 
Hanya masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau menyebutnya gasing.

Gasing (Foto By : Aan Genpi.co) 

Uniknya, permainan gasing tak hanya digemari oleh anak-anak saja, melainkan orang tua juga turut memainkan gasing. Keseruan terlihat jelas kala para pemain mengadu masing-masing gasing kebanggaan mereka. 

Saling adu, saling lempar membuat para penonton ricuh. Sorakan pendukung memberi motivasi dan semangat kepada para pemain membuat para pemain semakin tertantang.

Kalah dan menang tak membuat para pemain menjadi musuh. Justru setelah pertandingan selesai para pemain saling memberi salam selamat dan senyum yang hangat. 

Dari permainan gasing kita belajar, sebuah kekalahan memang sangat menyakitkan, tetapi akan jauh lebih menyedihkan jika kekalahan tersebut membuat sebuah tim tercerai-berai.

Panitia dan peserta gasing (foto by: Aan Genpi.co)